Senin, 13 April 2009

Mereka Bicara Mega



Megawati Soekarnoputri maju lagi, mecalonkan diri sebagai presiden 2009-2014, berbagai cara untuk mendongkrak pencitraan telah dilakukan, salah satunya dengan menerbitkan buku testimony yang berjudul ‘Mereka Bicara Mega’, berisi komentar dari berbagai kalangan pengamat, tokoh, politisi, agamawan dan budayawan.

Aku ikut menjadi salah seorang tim penyusun, temanku, Agus Priyanto (wartawan Neraca dan majalah Tropis) memintaku untuk membantu menulis komentar tokoh-tokoh tentang Megawati. Mas Zainun Ahmadi, selaku editor memberi pengarahan dan sudah menentukan daftar nama-nama tokoh yang akan diwawancari, aku pun menyanggupi. Disela-sela kesibukkan mengelola METAFORMA COMMUNICATIONS aku berhasil mewawancarai WS Rendra, Sutiyoso (Mantan Gubernur DKI Jakarta), Jalaluddin Rakhmat, Ismail Yusanto (Sekjen Hizbut Tahir Indonesia), Hj Tuti Alawiyah, Syamsul Mu’arif (Mantan Menkoinfo), Bursah Zarnubi (Ketua Umum Partai Bintang Reformasi).

Inilah kutipan mereka:

WS Rendra, “Megawati harus mengembangkan jiwa nasionalisme, menumbuhkan rasa patriotisme terhadap bangsa dan Negara, sebab sekarang adalah sekrisis-krisisnya keadaan di segala bidang. Mulailah dengan membangkitkan local wisdom di daerah-daerah, agar tata nilai budaya tetap terpelihara dengan baik.”

Jalaluddin Rakhmat, “Bu Mega dan Benazir Bhuto, bagai pinang dibelah dua, banyak kemiripan; keduanya berasal dari keluarga mantan presiden. Tapi satu hal yang harus dimiliki Bu Mega sebagaimana Benazir, yaitu keberaniannya mengambil risiko sebesar apapun.”

Letjen Sutiyoso, “ Megawati harus bisa menghadirkan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat. Jangan sampai membuat kebijakan yang salah, tidak salah pun bisa di demo habis-habisan. Bayangkan, selama 10 tahun saya jadi Gubernur DKI Jakarta terjadi 5.000 kali aksi demo.”

Ismail Yusanto, ”Mega memiliki kharisma yang dapat dijadikan landasan sebagai amar ma’ruf nahi mungkar. Jangan sampai kemudian justru mengubahnya menjadi amar mungkar nahi ma’ruf.”

Hj. Tutty Alawiyah, ”Tampilnya Mega sebagai presiden, awalnya mengundang kontroversi, tetapi dalam perjalanannya, sebagai pemimpin bangsa Mega dapat dipahami oleh masyarakat muslim.”

Syamsul Mu’arif, “Apa yang menjadi persoalan sehingga PDI P kalah dalam pemilu 2004 dan juga kalah dalam pemilihan presiden? Saya berpendapat, salah satu di antaranya adalah menyangkut perekrutan kadernya di legislatif dan kepengurusan partai.”

Bursah Zarnubi, ”Mega perlu melakukan evaluasi terhadap partai. Sebagai salah satu partai politik terbesar tentu banyak yang bertanya, mengapa selalu saja ada kader elite yang melakukan eksodus?”

Tidak ada komentar: